Kamis, 04 November 2010

Merasakan Menjadi Ibu Rumahtangga

Oleh. agus m. irkham
--pendidik di Sekolah Alam IT Auliya--

Meskipun ada di antara Anda yang jago berbahasa Jepang, saya berani jamin tidak bakal ada yang tahu arti kata itu. Lantaran “kobamonak” memang bukan kata atau istilah dari bahasa jepang, tapi sebuah singkatan. Singkatan dari “komunitas bapak momong anak.” Istilah dan ajakan itu datang dari salah satu kolega saya, yang memutuskan diri keluar dari tempat kerja, ketika anak pertamanya lahir.

Keputusan sulit itu ia ambil pertimbangannya agar dapat membersamai buah hatinya. Membersamai anak ia sebut sebagai investasi termahal di dunia. Ia beralasan terlalu besar ongkos sosial yang harus ditanggung jika pengasuhan anak harus diserahkan pada babysitter.

Jauh sebelum ajakan menggagas “kobamonak” dari kolega saya itu, saya pernah melakoni hidup sebagai bapak rumah tangga. Beruntung saya punya usaha yang bisa saya gerakkan dari rumah. Sehingga meskipun ’nganggur’, kepul dapur tetap teratur.

Saya melakukan hampir semua pekerjaan yang kebanyakan orang menggolongkan pekerjaan itu tidak lazim dilakukan laki-laki (suami). Menggendong anak menyusuri jalan-jalan kampung hingga anak tertidur, membuatkan air minum dot, memandikan, membersihkan kotoran bab, pipis, muntahan, mengenakan pakaian anak, menyisiri rambut. Tak terkecuali membereskan pekerjaan kerumahtanggaan seperti memasak, menyapu halaman, mencuci piring dan pakaian, mengepel, dan merebus air. Hanya tiga yang tidak saya lakukan, yaitu, mengandung, melahirkan dan menyusui anak.

Saya termasuk yang percaya dengan simpulan bahwa empati seorang suami terhadap istrinya tidak akan pernah benar-benar muncul, sampai si suami berada dalam posisi si istri dan merasakan konsekuensi dari posisi tersebut. Itu sebab ada betulnya, untuk mendidik para suami agar tidak egois, sekali-kali, suami ditinggal di rumah bersama anak-anak, tanpa pembantu, harus mengurus anak dan memberesi berbagai macam pekerjaan kerumahtanggaan.

Melakoni hidup sebagai bapak rumah tangga, saya jadi sadar bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah profesi. Dan tidak bisa disebut dengan ”hanya” sebagai ibu rumah tangga. Ia perlu ilmu dan harus diperankan dengan penuh perhatian dan profesionalisme. Tidak percaya? Coba Anda cermati mekarnya perkembangan buku bertema parenting dan maraknya berbagai workshop parenting. Dua temuan itu bisa menjadi sedikit bukti betapa menjadi orangtua itu butuh ilmu.

Dan yang tak kalah penting, menjadi bapak rumah tangga telah membawa saya pada satu titik simpul: membesarkan, mendidik, dan menemani anak-anak bertumbuh, itu sungguh-sungguh menggairahkan. Ada saja kejutan-kejutan baru yang tiap hari saya dapatkan.♦

Tidak ada komentar: